Sabtu, 31 Desember 2016

Mardi Dan Penggusuran

Hujan begitu lebat dari mulai siang hingga malam tiba. Suasan kota tua berubah menjadi dingin, tidak biasanya. Jalan-jalan menjadi sepi, orang-orang mungkin malas keluar rumah. Hanya ada sedikit kendaraan saja yang lewat. Para pedagang makanan di pinggir jalan hanya bisa duduk menunggu pelanggan. Padahal jam sudah menunjukan waktunya makan malam. Biasanya mereka sudah di kerubungi pelanggan yang kelaparan. Sekarang satu pelanggan saja belum ada yang mampir.

Mardi tukang nasi goreng hanya bisa memutar radio dengan chanel dangdut favoritnya. Sesekali dia ikut bernyanyi sambil bergoyang menunggu para pelanggan datang. Mardi memang selalu ceria meskipun nasi gorengnya sepi pembeli. Para pedagang yang lainnya merasa terhibur kalau ada Mardi. Dia merupakan pedagang yang pertama manggkal di tempat ini. Kalau ada pedagang baru yang mau ikut mangkal di sana, dia tidak pernah keberatan. Kadang kalau ada pedagang baru, dia suka membimbingnya cara berjualan. Mardi juga tidak pernah merasa tersaingi kalau dagangan orang baru laku berat. Dia selalu percaya kalau rezeki itu sudah ada yang mengatur.

Suara gemericik air genangngan hujan yang terinjak kaki terdengar menembus sepi. Seorang pemuda berlari dari seberang jalan menuju gerobak nasi goreng Mardi. Jaket dan tas gendong yang ada di punggunya basah terkena air hujan. Dengan nafas yang masih terengah-engah, dia langsung memesan nasi goreng satu porsi untuk di makan disana. Pemuda itu duduk di kursi panjang menghadap ke gerobak nasi goreng. Jaketnya yang basah dia simpan di atas kursi panjang sebelah kiri. Sedangkan tasnya di taruh di atas meja sebelah kanan. Pemuda itu meminum segelas air teh hangat yang sudah siap diatas meja.
Nasi goreng pemuda itu sudah selesai dibuatkan oleh Mardi. Di sajikan di dalam sebuah piring dengan telur dahdar diatasnya. Kerupuknya di simpan dengan piring yang berbeda. Semuanya berada di atas meja depan pemuda itu. Karena tidak ada lagi pembeli, Mardi duduk di kursi panjang depan pemuda itu. Dia basabasi menayakan rasa nasi gorengnya terhadap pemuda itu.

“Gimana rasa nasi gorengnya? Ada yang kurang?”

“Cukup Pak, cuman porsinya banyak sekali”

“Biar kenyang, Adek kayanya tinggalnya bukan daerah sini yah?”

“Iya Pak, Kebetulan tadi habis main dari Apuy”

“Pantas, baru liat dek”

Sambil makan nasi goreng, pemuda itu mengajak Mardi mengobrol. Dia mempertanyakan kenapa bisa sepi pembeli terhadap Mardi. Padahal daerah mangkal Mardi berdekatan dengan indekosan mahasiswa dan karyawan. Mardi menjelaskan kenapa malam ini pelangganya tidak pada datang.

Kota Tua beberapa bulan sekarang memang lagi rajin-rajinnya melakukan penggusuran. Awalnya mulai dari blok Kolase dengan alasan mengganggu aliran sungai. Padahal rumah mereka tidak sama sekali mengganggu aliran sungai. Beberapa komunitas sudah berusaha melakukan kegiatan kampaye untuk mempertahankan blok Kolase. Namun pemerintah tidak mendengar sama sekali. Penggusuran pun terjadi, warga dialokasikan ke rumah susun sadang serang.

Warga bantaran sungai Cidurian juga mengalami penggusuran. Alasannya hampir sama yaitu untuk menormalisasikan sungai Cidurian. Padahal warga disana sudah membuatkan solusi supaya tidak ada penggusuran. Mereka rencananya akan membuat perkeampungan deret. Namun dengan alasan tanah sengketa, solusi warga tidak di tanggapi. Persidangan tanah sengketa Cidurian dilakukan. Seharusnya selama belum terjadi keputusan sidang sengketa tanah itu, penggusuran tidak boleh dilakukan. Namun beda dengan pandangan pemerintah, sidang sengketa belum selesai penggusuran secara paksa dilakukan. Warga Cidurian tidak bisa berbuat apa-apa lagi. Hanya bisa melihat rumahnya yang sudah rata dengan tanah.

Penggusuran terbaru terjadi minggu kemarin. Para pedagang yang ada di pinggir jalan menjadi sasarannya sekarang. Alasanya menggagu ketertiban umum dan merusak keindahan kota. Penggusura terjadi diberbagai tempat mulai dari jalan Dewi Sartika, Dalem Kaum, Purnawarman, Taman Sari sampai Stasiun Barat. Para pedagang tidak bisa berbuat apa-apa lagi. Karena pemerintah mengerahkan semua aparatnya untuk menghancurkan atau membawa gerobak para pedagang. Setelah semuanya rata, pemerintah langsung memasang plang zona merah. Yaitu zona dilarang keras berjualan di tempat itu. Apabila ada yang jualan akan di tidak tegas dengan denda dan hukuman. Begitu juga dengan pembeli di zona merah, bila ketahuan akan di denda dan dihukum juga.


Tidak lama setelah pemuda itu selesai makan dari arah atas terdengar suara sirine mobil. Pedagang sudah mulai ada yang panik dan beres-beres. Sedangkan pemuda itu malah asik menghisap sebatang rokok. Mardi tidak terlihat panik sedikit pun, dia hanya membereskan piring bekas makan pemuda itu. Sirine mobil itu berhenti di depan gerobak Mardi. Para Aparat turun dari mobil itu untuk menggusur para pedagang yang berada di zona merah itu. Mardi dan pemuda itu malah duduk asik berhadap-hadapan sambil merokok. Mereka seperti tidak memperdulikan apa yang terjadi. Mesti tenda tempat mereka di bongkar secara paksa dan gerobak Mardi sudah diangkut sama aparat. Mereka tetap duduk berhadap-hadapan di kursi panjang itu. Aparat membrogol mereka secara paksa dan membawanya ke kantornya untuk di intrograsi. Mardi dan pemuda itu hanya terseyum menghadapi para aparat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar