Tampilkan postingan dengan label Cerita. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Cerita. Tampilkan semua postingan

Selasa, 03 Januari 2017

Buku-Buku Di 2016 yang Pernah Dibaca

Buku-buku 2016 yang pernah dibaca

Hanya berapa buku saja yang saya selesaikan tahun kemarin. Tidak seperti beberapa teman yang bisa menargetkan satu tahun minimal 40 judul buku harus selesai di baca. Saya merupakan pembaca yang buruk. Karena kalau lagi membaca kebanyakan ketidurannya dibandingkan membacanya. Itulah godaan terbesar membaca saya, rasa ngantuk yang tak pernah pergi. Walaupun segelas kopi pahit selalu menemani, tetap saja ngantuk jadi juaranya. Apalagi membaca buku karya-karya Martin Suryajaya yang bisa membuat kepala kita merasa terbakar. Paling mampu saya membacanya setengah jam, sehabis itu menghabiskan kopi pahit sambil melamun “kok bisa Martin menulis buku seperti ini”.

Tahun 2016 saya memang  hanya membaca cerita pendek dan novel saja. Beberapa cerpen atau pun novel yang saya baca, selalu membuatkan berpikir lebih baik lagi. Dan merupakan bacaan hiburan yang paling sehat, ketika kebanyakan orang membaca status media sosial atau berita-berita hoax.

Orang-Orang Proyek : Ahmad Tohari

Dimana dunia proyek indentik dengan uang panas dan kotor. Banyak sekali pembangunan jembatan yang tidak sesuai dengan rencana awal. Karena berubah seketika anggarannya dengan alasan untuk kepentingan politik para pemenang. Tender proyek pun hanya seremoni karena sudah pasti pemenang tender adalah pemberi bonus terbesar.

Ahmad Tohari menceritakan konflik seorang Insiyur dengan sebuah proyek pembuatan jembatan. Insiyur pun jadi bimbang dimana dia selalu patuh terhadap teori-teori kuliahnya. Sedangkan di lapangan semuanya bertolak belakang. Karena banyak tekanan dan kepentingan oleh orang politik pemenang. Anggaran proyek jembatan menjadi korban karena harus di alokasi dananya untuk mendukung kampaye partai politik pemenang. Namun di dalam hiruk pikunya proyek ada cinta yang bersemi. Wati yang bekerja di proyek itu diam-diam mencintai si insiyur yang kaku. Ahmad Tohari menyajikan cinta romantisme yang lembut di tengah-tengah kerasnya dunia proyek.

Ibu Kota Lama : Yasunari Kawabata

Novel dengan latar belakang tradisional kota Kyoto, Jepang. Cerita seorang anak dari juragan kain yang berada di Kyoto. Dimana dia merasakan pergulatan kebingungan dan bimbang, dimana kebenaran masa lalunya di temukan. Kawabata mengkisahkan tokonhya dengan sangat puitis dengan gaya khas . Dimana kehebatan Kawabata soal meramu kisah fiksi tidak di ragukan lagi.

Ketika membaca novel ini kita akan dibawa ke suasana tradisional Jepang. DImana kita akan di suguhi gambaran biara dengan pintu kisi-kisi yang di kelilingi hutan sugi kitayama. Kemeriahan festival Gion yang banyak mendatangkan wisatawan dari berbagai tempat datang ke kota Kyoto. Dan musim dingin yang memekarkan bunga-bunga khas, membuat semua orang harus memakai pakain tebal.

Dunia Sukab : Seno Gumilar Adjidarma

Cerita pendek Dunia Sukab akan membawa kita ke dunia yang bermacam-macam. Dari mulai dunia sepatu sampai dunia hantu api, Seno menyuguhkannya di dalan cerita pendek ini. Sukab sebagai salah satu tokohnya akan selalu hadir di dalamnya. Tapi dia bisa menjadi apa saja semau-maunya Seno, jadi cameo pun tidak masalah. Cerita perselingkuhan yang tidak jadi pun ada di dunia sukab. Dunia kanuragan pun tidak lupa di ceritakan. Dari pertempuran di tanah tenggarong sampai kesaktian perempuan preman yang tersohor.


Dunia Sukab akan membuat kita ingin membacanya kembali. Karena Seno meramunya dengan bahasa yang sederhana, namun isi dari ceritanya tersampaikan dengan baik. Mereka berada di Dunia Sukab, dunia kita-kita juga . Tapi siapakah Sukab?

Minggu, 01 Januari 2017

Tahun 2017, Jangan lupa Bahagia



Banyak cara untuk selalu bahagia, tak perlu biaya mahal atau popularitas seperti artis sinetron. Mungkin setiap orang pasti akan berbeda-beda soal mendapatkan kebahagiaan. Seperti hal-hal kesenangan kecil yang pernah kita lupakan, itu pun akan membuat kita bahagia. Terutama jangan terlalu banyak prasangka terhadap teman, lawan atau pun mantan. Apalagi terhadap keluarga sendiri, nanti kualat.

Tidak baik mengharapkan kebahagian terhadap harta benda karena semua itu tidak akan pernah sampai kesana. Lebih baik kita menikmati harta benda yang kita punya. Ketika semua orang mempunyai kendaraan sedangkan kita hanya bisa berjalan kaki. Nikmatilah berjalan kaki karena tidak semua orang bisa merasakan kebahagian dengan berjalan kaki. Mungkin saja orang yang mempunyai kendaraan itu ingin merasakan kebahagian itu. Tapi mereka sudah  terlalu takut terhadap gengsi, panas matahari atau sudah tidak mampu secara jasmaninya. Maka berbahagialah para pejalan kaki karena kalian tidak perlu takut terhadap hal-hal itu. Dan keringat kalian masih bisa kalian rasakan tanpa perlu banyar mahal ke sarana kebugaran.

Banyak sekali orang ingin merasakan menjadi popular, baik lewat televisi, media cetak atau sosial media. Tapi kata siapa menjadi popular itu akan bahagia. Mungkin kata televisi yang menggambarkan artis sinetron itu selalu bahagia di depan kamera. Jangan bersedih hati bagi orang-orang yang tak pernah sama sekali popular. Karena kalian bisa merasakan kebahagian dengan kebebasan yang kalian miliki. Mungkin orang yang popular ingin merasakan kebebasan seperti kalian. Namun apa daya kebebasan itu sangat mahal harganya bagi orang popular. Mungkin untuk makan nasi goreng di pinggir jalan saja harus membayar uang lebih untuk membayar bodigar. Kalau tidak, nasi goreng tidak jadi dimakan, karena terlau sibuk dikerubungi fans-fans yang minta foto dan tanda tangan.


Untuk mencapai kebahagian pasti setiap orang berbeda-beda dan kebahagian tidak boleh di sama ratakan. Banyak cara untuk mencapai kebahagian, namun orang kadang melupakan bahwa kebahagian itu sederhana. Ada yang merasakan kebahagian itu dengan mengikuti demontrasi berseri, menjadi volenter pasangan popular, atau membayar mahal ratusan sampai jutaan rupiah hanya untuk berjoget-joget. Tapi di ujung tahun kemarin ada sebagian orang yang bisa merasakan kebahagia dengan hal sederhana. Dengan hanya menunggu suara klakson bis lewat saja mereka bisa berjoget riang. Namun semua itu di kembalikan lagi ke diri setiap orang masing-masing. Kegelisahan, kesedihan atau pun penyesalan cukup di tahun kemarin. Sekarang tahun 2017 jangan lupa bahagia.

Sabtu, 31 Desember 2016

Mardi Dan Penggusuran

Hujan begitu lebat dari mulai siang hingga malam tiba. Suasan kota tua berubah menjadi dingin, tidak biasanya. Jalan-jalan menjadi sepi, orang-orang mungkin malas keluar rumah. Hanya ada sedikit kendaraan saja yang lewat. Para pedagang makanan di pinggir jalan hanya bisa duduk menunggu pelanggan. Padahal jam sudah menunjukan waktunya makan malam. Biasanya mereka sudah di kerubungi pelanggan yang kelaparan. Sekarang satu pelanggan saja belum ada yang mampir.

Mardi tukang nasi goreng hanya bisa memutar radio dengan chanel dangdut favoritnya. Sesekali dia ikut bernyanyi sambil bergoyang menunggu para pelanggan datang. Mardi memang selalu ceria meskipun nasi gorengnya sepi pembeli. Para pedagang yang lainnya merasa terhibur kalau ada Mardi. Dia merupakan pedagang yang pertama manggkal di tempat ini. Kalau ada pedagang baru yang mau ikut mangkal di sana, dia tidak pernah keberatan. Kadang kalau ada pedagang baru, dia suka membimbingnya cara berjualan. Mardi juga tidak pernah merasa tersaingi kalau dagangan orang baru laku berat. Dia selalu percaya kalau rezeki itu sudah ada yang mengatur.

Suara gemericik air genangngan hujan yang terinjak kaki terdengar menembus sepi. Seorang pemuda berlari dari seberang jalan menuju gerobak nasi goreng Mardi. Jaket dan tas gendong yang ada di punggunya basah terkena air hujan. Dengan nafas yang masih terengah-engah, dia langsung memesan nasi goreng satu porsi untuk di makan disana. Pemuda itu duduk di kursi panjang menghadap ke gerobak nasi goreng. Jaketnya yang basah dia simpan di atas kursi panjang sebelah kiri. Sedangkan tasnya di taruh di atas meja sebelah kanan. Pemuda itu meminum segelas air teh hangat yang sudah siap diatas meja.
Nasi goreng pemuda itu sudah selesai dibuatkan oleh Mardi. Di sajikan di dalam sebuah piring dengan telur dahdar diatasnya. Kerupuknya di simpan dengan piring yang berbeda. Semuanya berada di atas meja depan pemuda itu. Karena tidak ada lagi pembeli, Mardi duduk di kursi panjang depan pemuda itu. Dia basabasi menayakan rasa nasi gorengnya terhadap pemuda itu.

“Gimana rasa nasi gorengnya? Ada yang kurang?”

“Cukup Pak, cuman porsinya banyak sekali”

“Biar kenyang, Adek kayanya tinggalnya bukan daerah sini yah?”

“Iya Pak, Kebetulan tadi habis main dari Apuy”

“Pantas, baru liat dek”

Sambil makan nasi goreng, pemuda itu mengajak Mardi mengobrol. Dia mempertanyakan kenapa bisa sepi pembeli terhadap Mardi. Padahal daerah mangkal Mardi berdekatan dengan indekosan mahasiswa dan karyawan. Mardi menjelaskan kenapa malam ini pelangganya tidak pada datang.

Kota Tua beberapa bulan sekarang memang lagi rajin-rajinnya melakukan penggusuran. Awalnya mulai dari blok Kolase dengan alasan mengganggu aliran sungai. Padahal rumah mereka tidak sama sekali mengganggu aliran sungai. Beberapa komunitas sudah berusaha melakukan kegiatan kampaye untuk mempertahankan blok Kolase. Namun pemerintah tidak mendengar sama sekali. Penggusuran pun terjadi, warga dialokasikan ke rumah susun sadang serang.

Warga bantaran sungai Cidurian juga mengalami penggusuran. Alasannya hampir sama yaitu untuk menormalisasikan sungai Cidurian. Padahal warga disana sudah membuatkan solusi supaya tidak ada penggusuran. Mereka rencananya akan membuat perkeampungan deret. Namun dengan alasan tanah sengketa, solusi warga tidak di tanggapi. Persidangan tanah sengketa Cidurian dilakukan. Seharusnya selama belum terjadi keputusan sidang sengketa tanah itu, penggusuran tidak boleh dilakukan. Namun beda dengan pandangan pemerintah, sidang sengketa belum selesai penggusuran secara paksa dilakukan. Warga Cidurian tidak bisa berbuat apa-apa lagi. Hanya bisa melihat rumahnya yang sudah rata dengan tanah.

Penggusuran terbaru terjadi minggu kemarin. Para pedagang yang ada di pinggir jalan menjadi sasarannya sekarang. Alasanya menggagu ketertiban umum dan merusak keindahan kota. Penggusura terjadi diberbagai tempat mulai dari jalan Dewi Sartika, Dalem Kaum, Purnawarman, Taman Sari sampai Stasiun Barat. Para pedagang tidak bisa berbuat apa-apa lagi. Karena pemerintah mengerahkan semua aparatnya untuk menghancurkan atau membawa gerobak para pedagang. Setelah semuanya rata, pemerintah langsung memasang plang zona merah. Yaitu zona dilarang keras berjualan di tempat itu. Apabila ada yang jualan akan di tidak tegas dengan denda dan hukuman. Begitu juga dengan pembeli di zona merah, bila ketahuan akan di denda dan dihukum juga.


Tidak lama setelah pemuda itu selesai makan dari arah atas terdengar suara sirine mobil. Pedagang sudah mulai ada yang panik dan beres-beres. Sedangkan pemuda itu malah asik menghisap sebatang rokok. Mardi tidak terlihat panik sedikit pun, dia hanya membereskan piring bekas makan pemuda itu. Sirine mobil itu berhenti di depan gerobak Mardi. Para Aparat turun dari mobil itu untuk menggusur para pedagang yang berada di zona merah itu. Mardi dan pemuda itu malah duduk asik berhadap-hadapan sambil merokok. Mereka seperti tidak memperdulikan apa yang terjadi. Mesti tenda tempat mereka di bongkar secara paksa dan gerobak Mardi sudah diangkut sama aparat. Mereka tetap duduk berhadap-hadapan di kursi panjang itu. Aparat membrogol mereka secara paksa dan membawanya ke kantornya untuk di intrograsi. Mardi dan pemuda itu hanya terseyum menghadapi para aparat.

Rabu, 21 Desember 2016

Om Telolet om……Udara Menta Duit Udara…….


Mungkin pada anak tahun 90-an pernah merasakan fenomena rasa menyenangkan yang aneh. Apalagi seperti aku yang berada jauh dari kota. Ketika ada suara pesawat terbang lewat, terdengar dari dalam rumah. Aku pasti akan berlari menuju luar rumah, sambil menghadap ke langit dan berteriak sekencang mungkin “udara menta duit udara”. Dengan harapan siapa tahu pesawat terbang baik hati itu menjatuhkan setumpuk uang. Walaupun mukjizat kejatuhan uang dari pesawat terbang belum aku rasakan sama sekali. Tapi buatku bisa mendengar dan melihat pesawat terbang lewat saja merupakan kebahagian tersendiri.  

Sekarang fenomena semacam itu terjadi kembali. Ketika ada orang-orang rela pergi ke pinggir jalan raya dan menunggu bis lewat untuk sekedar mendengar suara klaksonnya saja. Apabila bis sudah mulai mendekat, mereka sudah bersiap untuk berteriak “om telolet om” sambil mengacungkan jari jempolnya ke arah muka bis. Dan tidak jarang mereka jogged-joged girang ketika klakson bis itu dibunyikan. Mereka melakukan itu hanya untuk kepuasanya sendiri dan tidak mengharapkan imbalan apa pun. Hanya mendengar suara klakson bis saja, mungkin buat mereka terasa mendapatkan kebahagian tersendiri. Dan fenomena ini menjadi viral di media social dan menimbulkan efek  kesenangan tersendiri.


Mencari kesenangan buat orang yang jauh dari kota, tidak serumit apa yang di pikirkan orang-orang kota. Dengan melakukan hal-hal yang sepele atau kadang aneh buat orang kota. Nyatanya kami akan merasa bahagia dan selalu tertawa lepas. Kebahagian itu bukan sekedar harta benda atau popularitas, melainkan selalu melakukan hal-hal kecil dalam kebersamaan tanpa adanya saling curiga satu sama lain. Karena kebagian itu “udara menta duit udara” dan “om telolet om”.

Selasa, 20 Desember 2016

Setelah Roti Tawar Hitam Terbitlah Tai Berwarna Hijau


Istriku sepulang dari kantornya membeli roti tawar berwarna hitam. Roti itu buat persedian sarapan besok bersama kopi susu yang pasti bikin ketagihan. Berhubung aku baru tahu ada roti tawar hitam, langsung aku mencobanya menjadikan cemilan malam hari. Kebetulan di tempatku masih ada selai coklat. Aku oleskan coklat kesemua permukaan roti tawar hitam dan tak lama aku lahap ke mulutku dengan cepat. “Memang enak roti tawar hitam ini, mesti sedikit kasar di muluku”. Istriku melihat aku lahap makan roti tawar hitam, dia tak tahan ingin ikut makan juga. Padahal dia lagi berusaha untuk menurunkan berat badannya. Tapi apa daya roti tawar hitam mengalahkanya. Kami tidur lelap setelah menikmati roti tawar hitam.

Esok harinya kami biasa bangun pagi, meski dengan bantuan alarm handphone beberapa kali, baru bisa bangun. Aku bangun duluan dan langsung menuju kamar mandi. Karena rutinitas pagi aku, mesti buang air besar  dulu di djamban. Aku langsung bergegas dan menyalakan rokok kretek untuk penangkal aroma bau tai diriku sendiri.

Aku menarik nafas dan langsung mengeluarkan tai dalam perutku ke dalam lubang djamban. Tiba-tiba aku mellihat di lubang djamban,  tai aku  berwarna hijau. Dan aku teriak kaget sampai membangunkan istriku. Aku panik dan langsung mengakhiri buang air besar. “kenapa dengan isi perutku, jangan-jangan aku keracunan” seru dalam hatiku. Istriku menghapiriku dan menanyakan apa yang terjadi tadi.

“Kenapa tadi teriak di kamar mandi sayang?”

“Sayang…tai aku sayang…”

“Iya kenapa sayang…..”

“Warna tai aku hijau sayang…” dengan raut muka masih panik.

Istriku malah ketawa melihat raut muka diriku yang masih panik. Ternyata kata istriku memang begitu warna tai kalau sesudah makan roti tawar hitam. Dia menceritakan juga ada temannya yang kaget juga melihat tainya berwarna hijau setelah makan burger hitam.


Setelah di ceritakan istriku rasa panik hilang dan tidak berpikir perut keracunan. Ternyata tai juga bisa berwarna warni seperti pelangi. Jadi bukan warna kuning saja yang melambangkan tai tapi warna hijau juga bisa menjadi tai. Prettt… 

Minggu, 18 Desember 2016

Kentutlah Sebelum Kentut itu Dilarang


Gimana sih aroma kentut pacar kamu? Pasti jarang sekali yang mau mencicipi aroma kentut pacarnya sendiri, mesti pacarmu itu secantik mbak Dian. Alih-alih mau menghirup aroma ketut pacarmu yang cantik, pas denger suara kentutnya aja pasti udah menjauh duluan. Yah… namanya juga kentut, pasti sama saja aromanya bau dan mbuludak bikin heboh sekitarnya.

Pernah tidak para cowok mendengar pacarmu kentut di depan kalian?

Pasti kebanyakan belum pernah dengerkan. Apalagi ngaku kentut di café, walaupun suaranya senyap tapi baunya pasti semerbak. Mungkin kalau cowok pasti masih ada yang suka kentut sembarangan mesti depan pacarnya sendiri. Yang pentingkan pacarnya sabar dan pengertian. Tapi banyak juga gara-gara kentut sembarangan di putusin pacarnya. Katanya itu tidak sopan dan bikin malu, apalagi di depan banyak orang.

Bagaimana kalau sudah suami istri, apa pernah mendengar kentut satu sama lainnya tidak yah?

Mudah-mudahan mereka sudah mendengar satu sama yang lainnya, atau jangan-jangan tetap saling menyembunyikan suara kentutnya. Wah…bahaya kalau itu berarti mereka belum saling mengenal aroma kentut masing-masing. Jangan aroma parfum pasangan aja yang dikenalin, kentut juga perlu sebagai identitas pasangan kalian hehehe….
Kalau aku memang suka kentut sembarangan. Walaupun kalau di depan banyak orang suka agak di tahan, biar tidak berbunyi. Tapi kalau didepan teman-teman biasanya sih cuek aja. Karena dari suara kentut yang aku keluarkan terkadang bisa membuat orang sekitar kita jadi tertawa bahagia. Jadi bisa bikin seneng orang, lumayakan kan ibadah. Tidak jarang juga jadi bahan ledekan karena aroma kentutnya bau telor busuk, kalau itu terima saja deh hehehe….

Padahal kentut itu pasti terjadi disetiap orang dan rata-rata setiap harinya orang memproduksi kentut setengah liter per hari. Dan jangan salah sebenarnya intensitas cewek lebih sering kentut di bandingkan cowok. Cuman kan cewek jarang ngaku kalau kentuk, karena takut luntur kecantikannya atau gengsi hehehe….

Aroma kentut yang bau busuk apabila kita hirup bisa menghindarkan bagi si penghirup kentut dari resiko terserang stroke, kanker, serangan jantung, arthritis dan demensia. Wah… manfaatnya kan Ok juga bukan.


Kentut itu memang jadi misteri sendiri bagi orang pelakunya dan sering menjadikan kambing hitam bagi orang yang lagi berkumpul. Padahal sehina-hinanya kentut manfaatnya lebih besar dibandingkan mudharatnya. Maka buat semuanya manusia dibumi ini, kentutlah sebelum kentut itu dilarang undang-undang. Pretttt….

Kamis, 08 Desember 2016

Mari Berdanska

Selimut apek aku singkirkan dan segera memanaskan air untuk membuat kopi. Aku angkat gallon dan aku tuangkan ke teko pemanas listrik yang sudah usang. Kopi instan dan susu kental manis sachet aku robek lalu di tuangkan dalam satu gelas. Suara air mendidih sudah terdengar. Aku segera pindahkan air panas  ke gelas yang sudah terisi kopi dan susu kental manis. Pagi ini aku terlambat bangun, matahari sudah mulai terlihat walaupun sedikit mendung.
Istriku masih tergeletak tidur di kasur matras tertutup selimut. Kopi istriku sudah aku buatkan dengan tambahan sedikit gula. Dia tidak terlalu suka kopi tanpa memakai gula. Apalagi untuk meminumnya pagi hari terasa kurang bertenaga untuk mengawali hari tanpa gula. Alarm handphone istriku berbunyi. Dia tergesa-gesa bangun dan pergi ke kamar mandi. “Kenapa terburu-buru sayang, hari ini kan libur”.
Mesti istriku libur kerja, ternyata dia ada janji bertemu teman lamanya di acara festival musik. Acara musik bertajuk “Mari Berdanska” berlangsung selama dua hari berturut-turut. Pengisi acaranya, band-band lokal beraliran ska dan reggae. Mari Berdanska tahun sekarang ada bintang tamu dari luar negeri yaitu Save Ferris. Band yang ngetop pada masa tahun ‘90-an dengan lagu Come On Eileen.
Rencanya kami datang ke acara Mari Berdanska setelah makan siang. Tempat makan siang kami cari yang kira-kira tidak jauh dari tempat acara. Akhirnya kami dapat tempat makan siang di jalan Ranggamalela, tidak jauh dari tempat acara. Menu makannya ternyata unik, hanya menyediakan daging asap dengan sambal khas daerah Indonesia Timur. Daging asap yang kami pesan sudah datang. Dengan cepat dan lahap kami mengabiskannya tanpa sisa. Rasanya tidak akan bosan meskipun makan daging asap setiap hari di sini. “Kita mesti makan di sini lagi minggu depan”. Seru istriku sambil upload foto di instagram.
  


 Setelah makan kami langsung ke tempat acara dan memarkirkan motor di sebuah gedung kampus ternama.  Penjaga parkirnya tidak resmi dari yang punya gedung, melainkan sama preman sekitar daerah sana. Harga parkinya Rp. 5000,- mau sebentar atau pun seharian tidak masalah yang penting di bayar di muka.
Harga tiket masuk acara Mari Berdanska sebesar Rp. 50.000,-. Sebelum masuk ke dalam tas kami di periksa terlebih dahulu. Menurut penjaga tiket, dilarang membawa makanan dan minuman dari luar. Serta barang-barang yang berbahaya seperti senjata tajam. Semua itu demi kenyaman menyaksikan acara Mari Berdanska.
Panggung acara ada dua tempat, semuanya berada di area monument di kota tua. Panggung utamanya berada di depan monument, sedangkan yang keduanya berada di belakang monument kota tua. Selain itu terdapat stan-stan penjualan merchandise, pakaian dan asesoris. Food truck makanan juga tersedia dengan berbagai jenis makanan dan minuman.
Ketika kami baru masuk hujan turun cukup deras dan sebagian orang di depan panggung berlarian ke stan-stan untuk berteduh. Lalu kami berteduh di foodtruck coffee, sekalian sambil menghangatkan badan dengan merokok dan meminum segelas kopi. Setelah hujan reda kami tetap di sana sambil menunggu band yang kami suka mulai naik panggung.


   
Acara Mari Berdanska menjelang maghrib di istirahatkan sampai setelah isya. Aku dan istriku pergi untuk melihat stan-stan yang ada di area acara ini. Kebetulan salah satu stan adalah milik teman istriku. Stannya tidak hanya menjual asesoris dan pakaian saja. Melainkan ada satu set tune table yang di mainkan musik-musik reggae oleh seorang DJ. Membuat di depan stan itu menjadi ramai dengan orang-orang yang menari. Aku dan istriku cukup lama berada di sana sampai istirahat acara itu selesai.
Don Lego band asal kota tua yang mengusung aliran ska langsung menghentakan para penonton setelah istirahat. Band ini mempunya fans yang cukup banyak, tidak hanya dari kota tua saja fansnya. Melainkan dari pinggiran-pinggiran kota tua juga berdatangan hanya untuk melihat Don Lego. Penonton semakin penuh, banyak penonton yang hapal lagunya dan nyanyi bersama. Vocalis Don Lego semakin bersemangat melihat antusias penonton. Lalu kami berusaha maju ke depan panggung untuk mengabadikan moment band Don Lego dengan memotretnya dan kebetulan vocalisnya adalah teman istriku.
  

   
Aku mengingatkan istriku soal temanya yang sudah janjian mau bertemu. Padahal acara sudah hampir selesai, tinggal dua band lagi.
“Sudah sampai mana temanmu, sayang?”
“Dia sudah di dalam kok, cuman lagi liat band lain di panggung satunya lagi”
“Yah sudah, suruh ketemuan di depan stan temen kamu saja”
Kami duduk istrahat di depan ke stan teman istriku sambil merokok dan menunggu temannya. Band terakhir sudah naik panggung dan kami hanya duduk melihat orang-orang yang lalulalang. Teman istriku belum datang juga dan kami berdua berinisiatif mencari ke panggung satunya lagi. Tiba-tiba waktu di perjalanan ada pesan masuk, bahwa dia sudah berada di depan stan yang kami maksud. Akhirnya istriku ketemu dengan temanya, langsung mengobrol dengan bahasa daerah. Aku hanya bisa mendengarkannya saja dan hanya sedikit bahasanya yang aku menegerti.
Tiba-tiba aku heran kenapa band Save Ferris belum naik panggung. Padahal kata mc ini adalah band terakhir. Lalu aku pun memotong obrolan istriku dan temannya.
“Sayang, kok save ferrisnya ga main yah?”
“ah sayang… itu kan buat hari besok bukan sekarang”.

Aku kembali menyalakan rokok dan melihat orang-orang lalulalang menjelang pulang. Sponsor acara ini memperliatkan produknya. Semuanya di pegang gadis-gadis pilihan yang berada di sepanjang jalan pulang sebagai ucapan sampai jumpa.  

Kamis, 01 Desember 2016

Lereng Anteng

Sabtu lalu aku pergi ke sebuah café dengan istriku di daerah Cihumbuleuit. Tempatnya cukup sejuk untuk merasakan segarnya udara kota Bandung. Cafenya dibuat di lereng dengan membentuk tiga tingkat. Paling bawah dibuat tenda-tenda transparan berjejer. Di tingkat dua hanya ada 3 meja besar dan kursi dari kayu, cukup untuk memuat 30 orang. Paling atas terdapat kursi-kursi empuk dan sofa malas yang akan membuat para pengunjung ingin berlama-lama. Apalagi disuguhi pemandangan perbukitan dan pohon hijau yang akan membuat mata kita terasa segar kembali. Café ini diberi nama Lereng Anteng.

Aku dan istri langsung pesan kopi dan roti bakar kacang. Karena kita berdua selalu penasaran ingin merasakan aroma kopi di café baru. Istriku memesan kopi ala Turki sedangkan aku kopi Toraja dengan seduhan V 60. Rasa kopi toraja aku pesan sesuai dengan yang aku harapkan. Aroma khas kopi Torajanya terjaga dengan cita rasa kopi yang akan membuat kita bersemangat. Sedangkan kopi ala Turki istriku, rasanya unik dengan ada sedikit aroma rempah-rempah di dalam kopinya. Apalagi minum kopinya ditemani roti bakar kacang. Terasa rutinitas kerja yang membosankan itu hilang hanya dengan secangkir kopi di Lereng Anteng. 
 Kita berdua lumayan lama menikmati kopi, roti bakar dan rokok kretek di Lereng Anteng. Pengunjung di sini selalu ramai dari mulai rombongan keluarga, teman kampus atau pasangan yang berdua-duaan di tenda transparan. Istriku kalau berkunjung ke sebuah tempat selalu membuat foto dengan memakai perbandingan mainan dinosaurusnya. Padahal tempat ini cocok sekali untuk foto selfie. Mungkin semua pengunjung yang kesini selalu menyempatkan foto selfie. Sedangkan kita hanya menikmati kopi dan pemandangannya café Lereng Anteng. Hanya sekali-kali kita membuat foto, itu juga bukan foto selfie melainkan hanya memotret foto keadaan di café Lereng Anteng saja. Karena menurut kita berdua sayang kalau kehilangan momen menikmati suasana ini hanya dengan kesibukan foto selfie. Pasti semuanya akan terasa hambar dan kurang bermakna.



Awan hitam sudah mulai berkumpul, mungkin sebentar lagi hujan. Kita berdua bergegas untuk meninggalkan café Lereng Anteng. Pergi ke parkiran motor dan segera pulang dengan jalan menurun sebelum hujan turun membasahi. Aroma kopi Lereng Anteng itu masih terasa di sepanjang perjalanan pulang. Mungkin esok atau lusa kita berdua akan kembali.

Rabu, 10 Februari 2016

Perjalanan Bandung Menuju Desa Pulau Pinang

Perjalanan di mulai kembali menuju pulau Borneo. Tujuan sekarang menuju Desa Pulau Pinang di Kecamatan Kembang Janggut, Kabupaten Kutai Kartanegara, Propinsi Kalimantan Timur. Perjalanan dari Bandung menggunakan pesawat terbang menuju Bandara di Balikpapan yang berubah namanya dari Sepinggan menjadi Sultan Aji Muhammad Sulaiman. Mungkin perubahan nama bandara itu disebabkan renovasi bangunan bandara yang baru. Perjalanan pesawat terbang dari Bandung-Balikpapan memakan waktu 3 jam 1 menit dengan perbedaan waktu di Balikpapan lebih cepat 1 jam dengan di Bandung. Waktu itu belum di tambah dilay pesawat sama pengambilan bagasi yang biasanya memaka waktu lama juga.

Sesudah sampai Bandara Balikpapan saya menghubungi supir travel yang mau mengantar kami ke Desa Pulau Pinang. Saya pun janjian ketemuan di depan atm yang ada di bandara, sekalian mengambil uang buat persedian di perjalanan. Setelah ketemu sama supir travel kami pun menuju parkiran bandara dimana mobil pak supir di parkir. Mobil yang kami tumpangi adalah Avanza berwarna biru tua. Kami pun bergegas masuk dan langsung melunjur keluar Bandara menuju ke arah Kota Samarinda dengan waktu tempuh sekitar 3 jam. Pak supir pun sambil mencari penumpang lain siapa tahu ada yang searah tujuannya bersama kami. Ternyata sampai Samarinda tidak ada penumpang lagi selain kami berdua. Kami pun sampai Samarinda sudah setengah 5 sore waktu setempat. Kami pun diturunkan di tempat full travel lokasinya di sebelah islamic center kota Samarinda, kalau nama jalanya saya tidak tahu. Ternyata kami harus menginap dulu di Samarinda sebelum besok dilanjutkan kembali menuju Desa Pulau Pinang. Kami langsung mencari penginapan diantar dengan mobil travel berbeda yang besok mau mengantar kami ke Pulau Pinang, Akhirnya kami pun mendapatkan penginapan tidak jauh dari pasar Samarinda, namanya penginapan Barokah dan harganya pun lumayan murah, 200 ribu per malamnya. Pak Supir pun besok hari akan menjemput kami di penginapan sekitar jam 9 pagi. Kami segera menyimpan barang di penginapan dan langsung mencari makan karena perut sudah mulai kelaperan. Kami pun keluar penginapan untuk mencari makan dan kami pun beruntung tidak jauh dari penginapan ada yang berjualan sate madura. Kami pun langsung memesan sate kambing 10 tusuk, plus sama nasi dan es teh manis minumnya. Kami pun langsung melahap habis dengan cepat. Harga makanan di Kota Samarinda lumayan mahal di bandingkan dengan di Bandung. Makan satu porsi sate kambing sama es teh manis semuanya habis 35 ribu hampir bedanya sekitar 15-20 ribuan  di bandingkan dengan di Bandung. Dan kami pun kembali ke penginapan untuk mandi-mandi dan beristirahat buat persiapan perjalan besok yang masih jauh.

Pagi hari sekitar jam 7 kami sudah bangun dan bersiap-siap untuk mandi bergantian. Dan penginapan pun memberikan kami sarapan pagi dengan sebungkus nasi kuning dan segelas teh manis hangat. Lumayanlah buat persiapan perut diperjalanan. Sekitar jam 9 lebih supir travel pun sudah menjemput kami di penginapan. Kami pun bergegas turun menuju tempat parkir dan memasukan barang-barang kami ke mobil travel. Ternyata di dalam mobil travel kami ini udah ada penumpang seorang wanita bersama anaknya duduk didepan sebelah pak sopir. Mobil travel yang sekrang bukan Avanza lagi melainkan APV. Mobil travel kami pun kembali jalan dan menjemput penumpang lain yang katanya sudah menunggu di dermaga perahu dekat pasar di Kota Samarinda. Setelah berputar-putar menjemput satu persatu penumpang lainya. Travel kami meninggalkan kota Samarinda sekitar jam 1 siang dan siap menuju Desa Pulau Pinang.Jarak tempuh Samarinda ke Pulau Pinang kurang lebih 5 jam. 

Untuk menuju arah Desa Pulau Pinang kita akan melewati Kota Tenggarong dan menyebrang sungai Mahakam dengan menggunakan fery kecil. Fery ini terbuat dari kayu dan mermesinkan diesel sederhana, dengan kapasitas mobil 5-6 buah mobil. Per mobil biasanya diminta ongkos penyebrangan sebesar 50 ribu rupiah. Penyeberangan ini ada disebabkan oleh jembatan penghubung kota Tenggarong dengan Samarinda rumbuh seketika dan memakan lumayan banyak korban. Setelah melewati kot tenggarong kita pun akan menyebrang kembali sungai Mahakam lagi. Tapi kalu sekarang kita bisa melewati menggunakan jembatan yang baru jadi setahun kebelakang. Jembatan ini lumayan panjang karena buka sekedar melewati sungai Mahakam melainkan melewati rawa-rawa kurang lebih jaraknya sekitar 15, 3 km dan katanya terpanjang se Indonesia.

Setelah sampai Kecamtan kembang janggut penumpang pun sudah mulai ada yang turun dan diantar samapai rumahnya. Menuju Pulau Pinang dari Kembang Janggut tidak begitu jauh lagi kira-kira sekitar 1,5 jam lagi. Dan tidak terasa kami pun sampai ke Desa Pulau Pinang dan diantar ke alamat yang namanya Salon Timah tempat teman saya menginap.
  
     

Kamis, 13 Agustus 2015

Sungai Bura Di Pulau Borneo

Kota Puruk Cahu di pagi hari sangat berbeda dengan sewaktu aku berada di Bandung. Di sini matahari pagi terasa sudah mulai meninggi padahal masih jam 6 pagi. Mungkin ini gara-gara waktunya lebih cepat satu jam di banding berada di Bandung. Kami sekitar tiga orang akan melakukan perjalanan menuju sungai Bura yang berada di hulu sungai Barito. Kami beristirahat satu hari di kota Puruk Cahu setelah melakukan perjalanan dari kota Banjarmasin selama kurang lebih 12 jam “cukup melelahkan memang, pantat pun terasa tepos kalau kelamaan duduk”. Kami pun disempatkan untuk berjalan-jalan melihat sekitar kota Puruk Cahu yang tidak begitu besar, dengan satu jam memakai sepeda motor kita pun sudah selesai mengelilingi kotanya.
Memang terasa berbeda suasana di kota Puruk Cahu, meskipun masih di Negara yang sama tapi ke senjangan pembangunan terasa sekali. Mulai dari segi pembangunan sampai segi pendidikan dibandingkan dengan di pulau Jawa masih tertinggal. Tapi dari segi pendapatan daerah, di sini mungkin akan lebih besar di bandingkan dengan rata-rata di pulau Jawa. Terutama pendapatan terbesar di kota Puruk Cahu yaitu dari bidang pertambangan, perkebunan dan penebangan kayu (logging). Penadapatan orang di Puruk Cahu pun akan lebih besar di bandingkan dengan di pulau Jawa, tapi semua itu sebanding dengan pengeluarannya. Karena kebutuhan rumah tangga di Puruk Cahu hampir sebagian besar masih di kirim dari pulau Jawa, menyebabkan harga barang pun akan lebih mahal. Ini disebabkan oleh biaya transportasi pengiriman barang yang mahal juga.
Kami bertiga Rico, Aji dan Akmal sudah membuat janji sama supir yang mau mengantar kami menuju sungai Bura dengan rencana mengunakan mobil double cabin. Esok paginya kami pun di jemput oleh Pak supir sekitar jam 08.30 pagi di tempat menginap kami. Semua barang kami di susun dengan rapi sama Pak supir di bak belakang mobil, dari mulai tas-tas baju, pelampung, tenda dan persedian makanan buat selama di sana, kira-kira kami di sana sekitar satu minggu.
Kami pun segera berangkat meninggalkan kota Puruk Cahu menuju sungai Bura. Arah ke sungai Bura adalah sebelah timur laut dari kota Puruk Cahu. Pak supir pun mulai menjalankan mobilnya mengarah ke jalan kota Banjarmasin, setelah sekitar kurang lebih 5 km dari arah kota, mobil pun di belokan ke arah kiri menuju Desa Tuhup dengan kondisi jalan masih bebatu dan sebagian lagi masih tanah. Menuju Desa Tuhup dari kota Puruk Cahu kita akan memakan waktu sekitar 1 jam 50 menit.
Tiba-tiba kami kanget belum sampai ke Desa Tuhup jalan sudah butuh di hadapan mobil kami sudah ada sungai “pikir kami, mungkin kita salah jalan” kami bertiga pun sempat kebingungan. Dengan nada santai pak Supir pun bilang ke kami “tunggu dulu yah mas, saya manggil dulu feri yang mau sebrangin mobil ini ke Tuhup” kami pun lega ternyata tidak salah jalan. Ternyata buat ke sungai Bura harus menyebrangkan mobil dulu sungai Barito yang cukup lebar. Feri buat menyebrangkan mobil pun sudah datang, ternyata ferinya hanya terbuat dari kayu. Bentuknya mirip perahu kayu besar yang bisa memuat  satu mobil dan beberapa motor dengan ukuran kira-kira panjangnya 6 meter dan lebar 3 meter bermesinkan diesel “dongfeng”.
Setelah tiba di seberang sungai Barito dengan memakan waktu penyebrangan sekitar 10 menit, kami pun menuju warung makan yang ada di Desa Tuhup untuk istirahat makan sekitar 1 jam lebih. Warung makan satu-satunya mungkin di Tuhup, dengan bangunan terbuat dari papan kayu yang bagus. Mungkin kalau di kota membuat bangunan dari kayu seperti ini bisa mahal sekali, beda dengan disini bahan baku banyak jadi bangunan dari kayu bisa lebih murah di bandingkan dengan bangunan semen.
Desa Tuhup berada di pinggiran sungai Barito yang merupakan tempat dermaga perusahan tambang batubara dan perusahan logging kayu. Meski pun banyak perusahan di dekat daerah Tuhup tapi kesejahteraan penduduk sekitarnya masih kurang di perhatikan. Listrik pun belum bisa sampai ke seberang Desa Tuhup, penduduk di sana masih mengunakan genset buat menerangi rumahnya pada waktu malam hari saja.
Kami pun melanjutkan perjalananan menuju Sungai Bura dengan cuaca sedikit hujan dengan kondisi jalan masih tanah. Jalan yang kami pakai adalah jalan yang di buat oleh perusahan tambang dan logging kayu khusus untuk pekerjaan perusahan mereka. Tapi masyarakat sekitar suka memakai jalan tersebut buat sehari-hari karena hanya satu jalan itu saja yang ada menuju kota untuk membeli kebutuhan hidup. Jalan pun relatife bagus meskipun masih tanah tapi tidak ada bolong-bolong kaya dikota besar. Mungkin karena perawatan jalannya dilakukan setiap hari oleh perusahan-perusahan tersebut untuk dapat memenuhi hasil yang maksimal.
Kata pak Supir perusahan tambang tersebut bekerja hampir 24 jam dan  hanya benar-benar tidak ada kegiatan sekitar 2 jam dari jam 5 pagi sampai jam 7 pagi.
“benar-benar mengeruk habis sumber daya alam kita ini” kata Aji
“Betul ji, pasti yang punya perusahan asing” kata Akmal
Tiba-tiba pak Supir pun ikut ngobrol “benar mas, yang punya asing, udah gitu pelitnya minta ampun, disuruh membuat jalan buat kerumah masyarakat di sekitar sini, udah 2 tahun hanya sekedar janji aja mas, hadeuuhhh…”
“dari pihak pemerintah gimana pak?” kata Rico
“Yah sama-sama tahu aja mas, kalau udah dapat uang mereka tidak akan banyak omong lagi, apalagi mikirin orang kecil seperti saya ini mas” kata Pak Supir
Perjalan pun terus berlanjut, diperjalanan sering berpapasan  dengan mobil tambang yang besar-besar hampir sebesar rumah tipe RSSS (rumah sangat sederhana sekali). Sesekali kami pun melewati mes tempat karyawan tinggal dengan fasilitas cukup lengkap seperti ada kota di tengah hutan. Berbeda dengan Desa Tuhup yang dekat dengan perusahan tambang yang serba kekurangan. Kesenjangan sosial selalu ada baik kota maupun di tenggah hutan sekali pun. Semua ini di akibatkan oleh pemilik modal yang terlalu berkuasa seperti raja memerintah seenaknya, terhadap pemerintah sekali pun.
Tak lama mobil kami pun meninggalkan jalan yang dibuat oleh perusahan tambang. Sekarang kami berada di jalan yang di buat perusahan kayu logging, jalannya lebih kecil dengan kurang terawat. Jalan perusahan kayu logging ini memang kurang terawat karena tidak setiap hari mereka menganggkut kayu-kayu ke dermaga yang ada di Desa Tuhup.
Di kawasan jalan perusahan kayu pak Supir lebih berhati-hati membawa kendaraan, karena aturan lalu lintasnya berbeda. Di jalan ini kendaraan yang memuat kayu ke dermaga lebih di utamakan, mau tidak mau kendaraan yang kecil atau kosong harus berhenti mengalah kepinggir dulu. Apalagi supir kendaraan pembawa kayu lebih gila cara bawa mobilnya seenak-enaknya dia saja merasa jalan punya sendiri saja. Juga di tunjang dengan jalan yang berliku dan tanjakan-tanjakan tinggi dan panjang. Kalau bukan supir yang tahu jalan ini bisa berbahaya, bisa-bisa terjun kejurang kalau baru pertama lewat jalan ini.
kendaraan kami pun sempat berhenti sejenak karena mesinnya tiba-tiba overhit, untung saja kendaraan kami sudah melewati tanjakan kalau tidak bisa mundur lagi. Kami bertiga pun sudah cemas tidak bisa melanjutkan perjalanan, ditambah masih berada di tengah hutan yang jauh dari mana-mana, sudah malam pula. Pak Supir pun suruh kita keluar dulu buat istirahat meluruskan kaki karena sudah 6 jam kami duduk di mobil.
“mas-mas keluar dulu, untung ada bulan mas jadi masih keliatan terang mesti di tengah hutan juga”
“terang sih terang Pak, tetep aja kita di tengah hutan” kata Aji sambil muka kesel
“Pak, emang tadi di Puruk cahu tidak di servise dulu mobilnya” kata Rico nanya baik-baik ke Pak Supir
Jawab Pak Supir sambil senyum malu “maaf mas, lupa tidak sempat servis”
“aduh…pantesan Pak..pak…” kata Aji makin kesel
“sudahlah…nikmati aja lumayan bisa foto-foto buat di facebook, bintangnya juga lagi bagus tuh” sambil merayu Aji biar tidak kesel lagi  kata Akmal
Kami  hampir 1 jam beristirahat sambil foto-foto menunggu kondisi mobilnya normal lagi. Lalu kami meneruskan perjalanan yang hampir kurang lebih 3 jam lagi sampai ke pinggir hulu sungai Barito. Kami pun tak terasa tiba-tiba sudah sampai di pinggir hulu sungai Barito, tidak terlihat ada sungai yang kelihatan cuman lampu minyak dari sebuah gubuk tua karena bulan malam sudah tertutup awan. Kami pun segera ke gubuk tua yang di huni oleh sepasang suami istri untuk beristirahat, karena besok pagi melanjutkan perjalanan untuk menyusuri sungai Bura.
Udara masih terasa segar, terdengar suara air hulu sungai Barito yang mengalir deras dengan sesekali terdengar suara burung-burung merkicau rusuh membangunkan kami bertiga yang berada digubuk tua. Sepasang suami istri penghuni gubuk tua ternyata sudah bangun terlebih dahulu dan sudah menyiapkan kopi di tekok besar dengan rebusan ubi kayu masih hangat. Pak Supir udah berada di halaman gubuk tua dengan segelas kopi, sambil berjemur menghangatkan tubuh sambil menghisap rokok kretek yang beraroma cengkeh.
Kami bertiga pun segera bangun dan langsung menuju pinggir hulu sungai Barito untuk mencuci muka. Ternyata hulu sungai Barito masih besar dan airnya masih cukup bersih, di pinggir sungai masih terdapat pohon-pohon besar yang menjurai kearah sungai. Namun kalau lagi musim hujan airnya berubah menjadi coklat dan arusnya pun cukup besar.
Kami pun segera kembali ke gubuk tua karena pemilik gubuk tua sudah menyipakan sarapan buat kami. Setelah selesai sarapan kami pun bersiap-siap mengemas semua perlengkapan, karena sebentar lagi akan di jemput oleh 2 orang warga dari Desa Tujang. Desa Tujang merupakan Desa yang paling terdekat ke sungai Bura, kira-kira dapat di temput perjalanan 3 jam dari Desa Tujang sampai ke gubuk tua dengan mengunakan perahu bermotor. Kami di jemput sama 1 perahu cukup besar dengan daya tampung kira-kira cukup 8 orang.
Kami pun siap-siap bergegas untuk menelusuri sungai Bura yang konon katanya eksotis. Barang-barang kami segera di pindahkan kedalam perahu, ada yang didepan sebagian dan sebagian lagi dibelakang dekat pengemudi perahu. Perahu yang kami tumpangi ini terbuat dari susunan kayu-kayu khusus dengan memakai mesin motor pengerak 4 tak.
Perahu sudah dinyalakan kami pun segera turun ke perahu dengan melewati dermaga yang terbuat dari 4 potongan kayu besar yang di ikat oleh tali dari rotan. Kebetulan sekali arus sungainya pun cukup bersahabat untuk kita telusuri, warna airnya pun tidak coklat. Kami pun segera melaju untuk mengikuti arus hulu sungai Barito yang menuju ke hilir sungai. Baru setelah menemukan muara pertemuan antara hulu sungai Barito dan sungai Bura kami akan mulai melawan arus sungai.
Muara sungai Bura pun sudah mulai keliatan, gas perahu mulai dibesarkan karena akan melawan arus. Setelah memasuki sungai Bura suasana sungainya pun agak berbeda, ukuran sungainya yang lebih kecil dengan air sungai yang lebih bening dan kedalaman sungai lebih dangkal dibanding dengan hulu sungai Barito.
Pohon-pohon di pinggir sungai Bura masih besar-besar serta menjuntai ke tengah sungai . Menyebabkan saling bertemu antara pohon dipinggir kanan sungai sama yang berada di pinggir kiri sungai. Seperti saling terikat untuk melindungi perahu-perahu yang melewati sungai Bura dari teriknya matahari. Makin ke hulu sungai Bura banyak sekali pemandangan yang menarik, seperti bunga-bunga yang berwarna warni yang mekar di pohon pinggir sungai. Indah sekali tak kalah sama bunga sakura musim semi yang berada di Jepang. Sekali-kali ada babi hutan yang menyeberang sungai bersama anak-anaknya menuju pinggir sungai yang satunya lagi umtuk mencari makan. Burung-burung kecil pun berterbangan di depan perahu kami sambil bercanda-canda sesama burung lainnya.
Tidak terasa kami sudah cukup jauh dari muara sungai dan akan segera tiba di tempat istirahat yang telah di siapkan oleh kedua orang dari Desa Tujang. Tapi sebelum sampai ketempat istirahat perahu kami harus melewati jeram sungai yang cukup memacu adrenalin. Tangan kami pun siap-siap berpengangan keras ke sisi kiri dan kanan perahu agar tidak terjatuh. Perahu kami pun berhasil menembus jeram sungai Bura yang cukup besar itu. Sebagian badan dan barang-barang kita basah terkena cipratan air dari perahu. Jeram sungai Burai selesai di lewati dan dermaga tempat istirahat kami pun sudah terlihat. Dermaga yang dibuat sederhana dengan dua kayu besar disatukan di ikat dengan rotan. Perahu kami pun siap menepi di dermaga itu dan istirahat untuk beberapa malam.

Tempat istirahat kami terbuat dari beberapa kayu yang di susun seperti kerangka rumah panggung. Atapnya menggunakan terepal yang berukurun 3 meter x 6 meter dengan tempat tidur terbuat dari dua karung beras yang disatukan dan ditahan oleh batang kayu diikat di kedua ujung kerangka seperti palbad yang di pakai oleh tentara cuman ini terbuat dari karung beras dan batang kayu. Kami bertiga pun segera beristirahat dan menikmati kesepian hutan di pinggir sungai Bura dengan alunan musik suara burung dan kumbang untuk dapat merasakan ketenangan agar mencapai kebahagian yang orang kota dambakan.

Selasa, 04 Agustus 2015

SANDEKALA

Matahari sebentar lagi tenggelam sinarnya sudah meredup dan tidak menyilaukan lagi. Warna berubah agak kemerahan sambil bersembunyi dibalik awan. Burung mulai mencari tempat untuk tidur dan akan di gantikan kelelawar satu persatu yang berdatangan. Angin kencang pun tiba-tiba meredup menjadi sepoy-sepoy.

Jam lima lewat tiga puluh sore, semua kejadian ini terjadi di Desa Munjul Dusun Cibatu. Orang yang tandinya ramai melakukan berbagai macan aktivitas dengan tiba-tiba menjadi sepi. Dari mulai ibu-ibu yang ngerumpi di halaman rumahnya, anak muda yang sedang bermain sepak bola di halaman kantor Desa dan Bapak-bapak yang sudah mulai olah raga lagi bulu tangkis di gor bekas penggilingan padi mulai pulang kerumahnya masing-masing. Entah ada apa di Dusun Cibatu setiap jam yang sama akan berulang seperti ini setiap harinya.

Sandekala, aku pernah mendengar kata ini dari kakek sewaktu aku masih kecil. Setiap aku berkunjung ke rumah kakek, dongengnya selalu menceritakan tentang sandekala. Sosok makhluk menakutkan yang hanya akan datang sewaktu matahari mulai tenggelam menuju gelap malam. Makhluk itu akan mencari semua orang yang masih berada di luar rumah untuk dibawanya dijadikan budak. Makhluk ini membuat aku selalu takut sewaktu kakek mendongengkannya kembali.
Apa sandekala yang membuat orang Dusun Cibatu setiap jam tersebut cepat masuk rumah, atau sandekala hanyalah dongeng buat menakuti anak kecil agar tidak bermain lagi menjelang malam.
Kalau dilihat dari ilmu pengetahuan sekarang, pada waktu matahari mulai tenggelam, itu merupakan masa peralihan dari siang ke malam, itu akan menyebabkan sinar matahari yang diterima bumi akan membuat penglihatan manusia kurang jelas. Maka akan mengakibatkan kecelakaan apabila melakukan kegiatan yang berlebihan.

Mungkin itu yang di takutkan orang tua dulu, tetapi pada waktu itu orang belum siap untuk di kasih penjelasan seperti itu. Maka orang tua dulu mencari sesuatu yang bisa membuat masyarakat percaya dengan membuat figure dogeng seperti sandekala. Walaupun effek panjangnya terjadi sesuatu yang di mitoskan dan di beberapa tempat masih terjadi sampai sekarang.

Sandekala sebenarnya masih berguna untuk peringatan terhadap orang-orang. Tapi bukan dengan mitosnya , melainkan pengertian yang sebenarnya tentang bahaya peralihan sinar matahari dari siang  ke malam.

Dilihat dari tinggkat kepercayaan orang-orang terhadap mitos masih tinggi dibandingkan tingkat kepercayaan orang-orang terhadap cara berpikir logis. Maka sosok sandekala pun masih dibutuhkan. Karena masih banyak contoh orang yang mempercayai mitos. Mulai dari birokrat terhadap dukun-dukun kayanya sampai orang kecil terhadap sumur keramatnya.


Sandekala sebagai mitos memang masih bisa jadi super hero untuk membuat orang-orang percaya dan menurutinya atas perintahnya. Sedangkan penjelasan logis pun akan selalu di langgarnya karena tidak ada sandekala.

Sabtu, 18 Juli 2015

LEBARAN TELAH USAI

Lebaran telah usai, mungkin akan banyak yang terjadi di dalam badan. Di mulai dengan berat badan yang bertambah drastis melebihi rata-rata harian. Berbagai penyakit pun sudah mulai ngasih banyak kode seperti kolesterol, darah tinggi dan diabetes. Hal hasil ketakutan sehabis lebaran mengalahkan kegembiraan menyambut lebaran. 

Pagi hari lebaran sarapan pasti rata-rata ketupat plus plus dengan minuman orson pemberian tetangga. Karena kata om haji kalau sarapan dulu sebelum shalat ied merupakan anjuran sunnah, lumayankan kalau kita lakukan dapat kenyang dan dapat pahala juga.

Shalat ied pasti di alun-alun halaman masjid, buat menuju kesana lumayan jauh berarti mesti memakai kendaraan. Kebetulan sekali bisa sekalian pamer kendaraan baru kredit atau sewa ke tetangga-tetangga. Pakaian pun pasti baru, masa kalah sama kendaraanya, malah kalau tidak salah kata om haji juga untuk menyambut lebaran kita di anjurkan memakai pakaian yang bagus dan wangi.

Pulang shalat ied pasti kita bersilatuhrahmi ke tetangga, pasti di suruh makan opor dulu sama tetangga kalau ditolak makan opor tidak enak juga. Padahan opor tetangga lebih enak dari pada opor om haji. Sudah gitu pasti di bungkusin cemilan seperti kacang goreng, rempeyek dan raginang dari dalam toples kue Kong Guan.

Sudah sampai rumah pasti kita pun ingin rumah kita  di singgahi sama tetangga-tetangga. Menawarkan opor buatan kita dan cemilan dari pemberian tetangga yang lain. Sebenernya pengen memamerkan hasil karya masakan sama perabot rumah tangga yang ada di rumah, jarang-jarang tetangga mau datang ke rumah selain musim lebaran.


Inilah beberapa kegiatan lebaran yang perlu kita hindari, dan kadang kita sendiri pun tak menyadari melakukan hal-hal seperti ini. Lebaran memang suka cita penyambutan kemenangan setelah ramadhan tapi jangan sampai menjadi pesta pora berlebihan yang memaksakan diri demi terlihat berhasil oleh para tetangga dan apalagi oleh para mantan.

Rabu, 15 Juli 2015

DJAMBAN BERDURI


Tak seorang pun ada dalam keadaan tenang ketika dengan tiba-tiba merasakan mulesnya perut sampai ke ubun-ubun. Mau melakukan kegiatan apapun tidak akan ada gunanya, sebab semuanya akan bunyar sekita itu juga. Cuman satu yang akan mengerti itu semua, tak ada lagi dan tak lain satu-satunya, sahabat setia manusia dari jaman kuno sampai modern sekarang ini yaitu djamban.
Djamban mungkin sudah berada sejak ribuan tahun menemani manusia setiap paginya. Menenangkannya dan mendamaikan manusia setelah menerima kotoran dari manusia itu sendiri. Djamban begitu sabar dan setia terhadap manusia, dia tak pernah meminta terkenal atau pun di berikan perhiasan mewah untuk dirinya. Walaupun dia selalu tak diakui oleh manusia, padahal dia merupakan salah satu yang mempengaruhi kehidupan manusia.
Bayangkan saja manusia tanpa djaman, apa yang akan terjadi. Mugkin akan terjadi kekacauan-kekacauan berbau busuk dimana-mana dari yang berbentuk padat sampai yang cair. Sungai akan menjadi pelarian kotoran manusia dan terdapat bekas galian-galian kotoran manusia yang sudah mulai berbau busuk. Mungkin harga parfum pun akan menjadi komoditas yang utama bagi manusia karena daya beli parfum akan meningkat sebagai kebutuhan utama manusia, untuk menghalau bau busuk dimana-mana.
Di jaman modern djaman sudah menjadi tempat yang sakral di pagi hari, tempatnya pun di buat senyaman seindah mungkin dengan ornament-ornamen yang unik. Di kota-kota besar djamban sekarang sudah menjadi bisnis baru yang menjanjikan dengan pendapatan mengiurkan. Tapi djamban itu sendiri masih selalu di tempatkan di belakang rumahnya, tak pernah berada di depan rumah. Berati djamban pun masih sama dari dulu sampai sekarang djamban masih sesuatu yang di abaikan dan tak pernah mau dipamerkan oleh manusianya.
Sebagai usaha untuk meningkatkan harkat martabat djamban, sekumpulan para anak muda yang sudah menjelang tua membuat suatu perkumpulan dengan sebutan Djamban Berduri. Perkumpulan dengan bertujuan mulia agar djamban tak selalu diabaikan. Karena itu Djamban Berduri memberanikan diri untuk memasang djamban berada di depan menjadi simbol kami sebagai anak muda yang tak tahu malu.
Djamban buat kami merupakan salah satu tempat yang perlu di hormati untuk di beri tahukan terhadap manusia lain, bahwa djamban itu ada dan penting buat kami. Karena djamban selalu setia menunggu untuk menerima hal kotor sampai kapan pun. Sudah sepatutnya kami pun harus memberikan hal bersih terhadapnya walaupun itu sekedar seminggu sekali. Perasaan djamban pun akan merasa senang dan kami pun akan merasakan ke gembiraan itu di pagi hari setelah djamban mendapat hal bersih.
Djamban memang akan selalu menjadi duri bagi manusia untuk membicarakannya. Manusia akan menganggapnya selalu kotor mesti pun djamban yang sebenarnya membersihkan kotoran manusia. Dengan alasan ini kami membuat Djamban Berduri sebagai nama perkumpulan kami. Berusaha untuk menjadikan djamban ketempat yang semestinya . Menjadikannya sebagai teman setia penerima hal bersih dan kotor. Kami pun tak segan untuk menyebarkanya terhadap manusia lain bahwa kami punya djamban dan setia pagi pun kami ada bersamanya.

Kami yang berada di Djamban Berduri tak pernah merasa malu untuk menjadi djamban karena menjadi djamban merupakan sesuatu perbuatan yang mulia. Kami akan seperti djamban menerima keluh kesah manusia lain tanpa mengharapkan apapun. Mungkin kami akan terbelakang di mata manusia  lain tapi kami tetap ada dan penting buat mereka. Djamban Berduri memang merupakan simbol berbau busuk yang penuh duri yang tak pernah mengira keberadaanya itu penting bagi manusia lainnya. Karena Djamban Berduri sebenarnya sudah ada di setiap manusia yang ada di dunia ini namun akan selalu malu untuk mengakuinya.

Rabu, 08 Juli 2015

SANTO PENDEKAR DUNIA MAYA


Matahari  terasa panas menyinari kedua mata di dalam ruangan kamar ukuran 3x4 meter dengan tiga tempat tidur terdiri dari satu kasur besar  dan dua kasur kecil. Terdapat juga  lemari pakaian dan satu meja rias dengan bentuk cermin yang unik.

Pagi membangunkan Santo dengan tergesa-gesa oleh  sinar matahari yang memaksa membuka matanya. Padahal baru sekitar jam 4 pagi Santo baru tidur, semalam Santo bergadang bersama teman-temannya sambil bercerita dan diskusi soal keseharian sampai area politik pun di perbincangkan.

Santo mahasiswa semester akhir yang entah kapan berakhir kuliahnya. Dia sangat menyukai media sosial di jejaring internet, hampir setiap menit selalu mengubah statusnya agar menjadi populer di jejaring sosial tersebut. Statuanya pun dari mulai hal yang remeh temeh seperti “aku baru makan” sampai hal yang sok penting sekalipun dia tulis, meskipun itu hanya ikut-ikutan saja karena biasanya Santo tidak pernah tahu apa sebenarnya pokok masalahnya seperti “mari  kita dukung pelangi-pelangi”.

Mata Santo masih ngantuk tapi terpaksa dia mesti bangun pagi. Dia pun turun dari tempat tidur langsung menuju ruangan dibawah tempat berdiskusi dan santai-santai. Hal pertama yang Santo lakukan adalah membuka media sosial untuk merubah statusnya walaupun hanya mau bilang “aku baru bangun”.

Rumah bercat putih dengan dua lantai yang berada di daerah tusuk sate dengan mitos angker nya. Ruangannya terdiri dari ruang tamu yang di buat lebih tinggi 60 cm dari ruang keluarga, empat  kamar tidur 2 di atas dan 2 di bawa , tiga kamar mandi 1 di atas dan 2 di bawah serta  terdapat taman kecil di belakang bersebelahan dengan dapur biasa untuk membikin kopi.

Santo tinggal di rumah ini kalau lagi berada di Bandung yang merupakan tempat kantor penerbit buku indie di Bandung. Rumah ini terbuka buat siapa saja yang berkenan ingin mengunjunginya, dari  yang hanya sekedar melihat-lihat buku, ngobrol sambil ngopi ataupun nginap disana lama pun tak masalah. Pemilik  penerbit buku ini sangat baik sampai dia pernah berkata “ ini milik rakyat, siapa pun boleh disini” sambil senyum khasnya.

Santo pun pergi ke dapur untuk membuat segelas kopi dengan menyalakan kompor gas untuk memasak air biar mendidih. Karena kopi akan terasa wangi dan enak apabila bubuk kopi itu di seduh dengan air yang baru mendidih dan dibiarkan sekitar lima menit sebelum di minum.

Ternyata sudah ada yang bangun duluan selain Sato di rumah itu. Tak lama sehabis membuat kopi terdengar suara yang memukul pintu pagar depan dengan gembok yang tergantung, “ternyata pagi-pagi begini ada tamu datang” kata Santo sambil bergumam. Santo pun menuju pintu pagar untuk meliat siapa yang datang. Tiba-tiba santo kaget begitu saja setelah melihat siapa tamu yang berada di luar pagar rumah itu. Santo pun buru-buru langsung membuka pintu pagar rumah dengan muka merasa bersalah.  Ternyata tamu itu adalah pacar Santo yang dari Bogor. Santo sudah dari kemaren malam chatting sama pacanya, dan sudah berjanji untuk menjemput dia di terminal Leuwi Panjang, hal hasil Santo pun lupa dan baru ingat setelah pacanya sudah berada di depan pagar rumah itu.

Santo memang unik hal yang nyata dia lupakan sedangkan hal yang maya dia selalu mengingatnya. Karakternya pun sangat menarik ketika berada di dunia maya. Santo mengaku seorang seniman serba bisa dari mulai mebuat lukisan, patung sampai penulis handal. Santo selalu memasang karya-karyanya di media sosial dan hampir setiap hari dia selalu menulis kata-kata indah  seperti puisi atau kata-kata yang bisa membakar gelora anak muda seperti sumpah serapah yang membuat dia seperti jagoan.

Santo hanya salah satu anak muda yang menginginkan pengakuan dengan secara instan melalui dunia maya.  Membuat santo merasa terkenal dengan orang-orang yang tek pernah dia kenal. Santo memang terkenal di dunia maya tapi dia tak pernah mengenal pacar sendiri, tetangga dan lingkungan sekitarnya. Mungkin Santo pun tak pernah mengenal istilah “rumput tetangga lebih hijau dari pada rumut yang berada di rumah”.